Jakarta -
Kontras mengecam masih terjadinya kekerasan dan pelanggaran HAM dalam
proses penegakan hukum 2012 di Poso, Sulteng.
Demikian disampaikan Koordinator Kontras Haris Azhar, dalam catatan
akhir tahun Kontras, yang kali ini memberi perhatian khusus pada kinerja
Polda Sulteng, mengingat eskalasi kekerasan di wilayah Polda Sulteng
cenderung meningkat.
Haris melanjutkan, pendekatan kekerasan
berlebihan yang dilakukan aparat Polda Sulteng kepada pihak yang
dicurigai terlibat aksi-aksi teror, menunjukkan polisi telah gagal
menerapkan prinsip-prinsip HAM maupun menggunakan pendekatan-pendekatan
profesional sesuai dengan Tugas, Pokok dan Fungsi (Tupoksi) Kepolisian
Republik Indonesia.
Haris menyebut contoh kasus
pascapenembakan yang telah menewaskan empat anggota Brimob. Sesudah
peristiwa, tim gabungan Polda Sulteng dan Densus 88 Anti Teror bergerak
cepat melakukan penyisiran ke rumah-rumah warga di Desa Kalora dan
Tambarana, untuk mengejar pelaku penembakan. Pada operasi pengejaran
tersebut, polisi menangkap 14 warga sipil, yang berprofesi sebagai guru
dan petani.
Sejak penangkapan dan proses interogasi
intensif di Polres Poso, mereka mendapatkan intimidasi, penyiksaan fisik
dan bentuk-bentuk dehumanisasi yang brutal. Secara bertahap (26 dan 27
Desember 2012), tim penyidik Polri membebaskan mereka karena tidak
terbukti terlibat pada penyerangan, yang menyebabkan tewasnya empat
anggota Brimob.
Dalam catatan Kontras, Polda Sulteng di
bawah kepemimpinan Dewa Parsana, telah terjadi peningkatan eskalasi
kekerasan di Poso dan beberapa wilayah Sulteng lainnya. Tercatat delapan
anggota kepolisian yang bertugas tewas dan puluhan lainnya mengalami
luka-luka. Data ini menunjukkan lemahnya perlindungan dan penerapan
standar prosedur bagi anggota yang bertugas di wilayah rawan seperti
Poso.
Di bidang penegakan hukum juga tidak
terlihat adanya perkembangan penyelidikan dalam mengungkap berbagai
kasus yang kerap meresahkan warga. Unsur pimpinan kepolisian cenderung
hanya menyampaikan pernyataan-pernyataan yang meresahkan publik.
“Kami meyakini bahwa berlanjutnya kasus kekerasan dan semakin rumitnya kondisi di Poso, yang memakan korban sipil maupun anggota polisi sendiri, justru disebabkan oleh tidak profesionalnya polisi itu sendiri,” tegas Haris.
Sumber : http://www.kbr68h.com
Leave a Reply