Dinas PU Rencana Buka Kembali Studi JICA

Perencanaan Alternatif Ruas Jalan Tawaeli-Toboli

PALU- Jalan alternatif penghubung Tawaeli-Toboli merupakan jalan strategis dan penting di Sulawesi Tengah. Meskipun dari sisi konstruksi kondisi jalan di Sulteng 90 persen telah kategori mantap, namun dari sisi pelebaran masih ada 80 persen yang belum memenuhi syarat. Dari sisi Geometrik jalur yang paling berat adalah ruas Tawaeli-Toboli. Olehnya pemerintah Sulawesi Tengah dengan segala daya upaya memperjuangkan jalan baru (Shortcut) Mamboro-Parigi Mpu, yang sebelumnya direncanakan Poboya- Parigi Mpu.
       Akan tetapi, perjuangan Pemda Sulteng tersebut boleh jadi masih tergolong lama untuk direalisasikan. Untuk itu Dinas PU Provinsi Sulawesi Tengah, berencana akan membuka kembali studi yang dilakukan Japan International Corporation Agency (JICA), tahun 1998 lalu.
Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Sulawesi Tengah, Ir H Syaifullah Djafar Msi, dalam suatu kesempatan, belum lama ini. Studi  yang dilakukan oleh JICA merupakan permintaan Depertamen Pekerjaan Umum pada tahun 1998,untuk melihat alternatif-alternatif ruas Tawaeli-Toboli.
       Syaifullah mengatakan, 1998 atas permintaan Departemen PU, JICA telah membuat perencanaan-perencanaan. Hasil Studi yang yang kini mulai dibuka kembali itu kata Syaifullah, jika pada 1998 Sulawesi Tengah memandang belum relevan dengan jamannya kala itu, namun saat ini dianggap layak untuk dibuka kembali.
‘’Kalau sebelumnya belum relevan, kelihatannya saat ini sudah layak untuk kita buka kembali dan implementasikan hasil studi ini,’’jelas Kadis PU.
Dalam studinya lanjut Syaifullah, JICA melihat ruas Tawaili-Toboli dengan mengusulkan empat alternatif.Pertama dengan jalur saat ini yang dilakukan perbaikan-perbaikan dengan peningkatan pelebaran dan sistim drainase maupun Slope Protection atau penahan lerengnya, dengan panjang ruas 45,3 kilometer.
       Alternatif kedua, sama dengan alternatif pertama, tetapi dilakukan pembuatan terowongan sepanjang 650 meter.Dari Ruas alternatif pertama terjadi pemotongan jarak sepanjang 650 meter.’’Sehingga panjang yang sebelumnya 45,3 kilometer tinggal 42,35 kilometer,’’jelas Syaifullah.
Pada alternatif ketiga lanjut Kadis, terjadi Shortcut atau jalan baru, memotong dan kembali masuk pada terowongan pada alternatif kedua. ’’Jadi alternatif kedua dan ketiga menggunakan satu terowongan.Hanya saja alternatif kedua menggunakan jalan lama.Sehingga panjang alternatif ketiga ini berubah menjadi 41 kilometer,’’terangnya.
Sementara alternatif keempat, desainnya mendekati jalan yang lama tetap ada beberapa terowongan.Terowongan pertama panjang 400 meter, kedua 250 meter, ketiga 1.250 meter, keemapat 750 meter dan kelima 2.700 meter. Dengan panjang keseluruhan alternatif empat tersebut tinggal 33 kilometer.
       Dari sisi studi kelayakan yang dilakukan JICA tersebut, dari pihak JICA sendiri menyarankan agar menggunakan alternatif ketiga. Jika melihat perbandingan konstruksinya, alternatif pertama 45 kilometer, ada konstruksi jalan baru dan kontruksi penahan lereng, dengan estimasi biaya saat itu (Saat terjadinya krisis moneter 1998), Rp86 miliar.Kemuadian alternatif kedua 42,3 kilometer ada pembuatan jalan baru sepanjang 1,57 kilometer dengan terowongan 650 meter dan jembatan 920 meter, dengan estimasi biaya kala itu Rp114 miliar.
Sementara alternatif ketiga dengan jarak 41 kilometer, ada pembangunan jalan baru 12 kilometer, terowongan 650 meter dan alternatif empat panjang tinggal 33 kilometer, terowongan 5000 meter yang terdiri dari beberapa konstruksi terpisah, sepanjang ruas jalan.’’Dengan total estimiasi pada saat itu Rp356 milar.Tetapi, kalau kita melihat hasil studi JICA ini, saat didasarkan pada kurs saat itu (1998) Rp10,600, karena saat itu indonesia dalam krisis ekonomi. Berarti  kurs ini kurang lebih sama dengan sekarang. Artinya, kalau kita melihat dari sisi pembiayaan, maka angka-angka dari hasil studi JICA ini, sebenarnya kalau didasarkan pada kurs Rp10.600, sama dengan kondisi sekarang,’’ungkapnya.
       Hanya saja diakui Syaifullah studi JICA tersebut dari sisi lebar belum memenuhi standar.Dilihat dari dokumen hasil studi JICA masih mengacu ukuran 2x3 meter, yang seharusnya 2x3,5 meter. ’’Ini nantinya mungkin tinggal melakukan penambahan-penambahan pelebaran badan jalan. Karena ini masih mengacu pada standar lama,’’terangnya.
Dijelaskan, dari hasil studi ini meskipun JICA pada saat itu mengusulkan menggunakan alternatif ketiga, namun jika dilakukan pengerjaan semua alternatif tersebut tidak akan mengganggu akses jalan yang ada saat ini.
       Mengingat hasil studi tersebut diupayakan sehingga dimungkinkan menjadi program, Dinas PU Provinsi Sulawesi Tengah secara informal telah dibicarakan dengan Kementerian PU. ’’Dengan pihak-pihak terkait di Kementerian PU, diantaranya di Biro perencanaan, Direktorat Bina Marga juga di DPR RI. Tetapi ini memerlukan komitmen semua pihak. Dan dari semua pihak terkait dengan ini yang telah kami bicarakan, semua kelihatan tertarik untuk membuka kembali studi JICA ini, termasuk DPR RI. Mudah-mudahan apa yang kita perjuangkan ini bisa terealiasi sehingga masalah-masalah Toboli-Tawaeli bisa diselesaikan dan tidak jadi persoalan setiap tahunnya,’’harap Mantan Kadis PU Kabupaten Parimo ini.

Sumber : radarsulteng

This entry was posted by Unknown. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Powered by Blogger.