Korupsi Rugikan Negara Rp 39 T

JAKARTA - Korupsi layak disebut sebagai musuh utama negeri ini. Bagaimana tidak, tindak pidana ini menggerogoti uang negara dalam jumlah yang tidak sedikit. Data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan, kerugian negara dari kasus korupsi sudah menembus angka Rp 39 triliun. Tentu, kerugian dari kasus korupsi yang belum/tidak terungkap, nilainya tidak kalah besar.

Wakil Ketua KPK Busyro Muqqodas mengatakan, sepanjang 2004 - 2011, kerugian negara akibat tindak pidana korupsi tercatat sebesar Rp 39,3 triliun. "Ini kerugian negara dari kasus korupsi yang terungkap," ujarnya dalam peringatan Hari Antikorupsi Sedunia di Kantor Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan kemarin (4/12).

Menurut Busyro, kasus korupsi tersebut sudah menyebar, mulai dari eksekutif, legislatif, hingga yudikatif. Ada ratusan pejabat yang terbelit kasus korupsi dam berurusan dengan KPK. Diantaranya, enam orang pejabat kementerian/lembaga, 106 orang dari kelompok eselon I, II, dan III.

Lalu 31 orang kepala daerah, bupati/walikota, 65 orang dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan DPRD, serta 4 orang duta besar. Selain itu, masih ada hakim dan jaksa. "Yang terbaru jenderal kepolisian (mantan Kakorlantas Polri Irjen Djoko Susilo, Red). Ini sangat menyedihkan," katanya.

Busyro menyatakan, integritas memang harus menjadi syarat mutlak yang dimiliki oleh seorang pejabat negara, agar tidak menggunakan jabatan dan wewenangnya untuk memperkaya diri sendiri atau kelompok tertentu. "Ingat, itu uang rakyat," tegasnya.

Dia menganalogikan, dengan uang korupsi sebesar Rp 39 triliun itu, negara bisa membangun berbagai infrastruktur yang diperlukan rakyat. Misalnya 393 ribu unit rumah untuk rakyat miskin, atau 311 ruang kelas sekolah dasar. "Bisa juga untuk (membiayai) sekolah gratis bagi 68 juta anak SD," ujarnya.

Karena itu, Busyro mengimabau kepada seluruh aparat pajak yang menjadi ujung tombak penerimaan negara agar mengedepankan integritas dan menjauhi praktek-praktek korupsi. "Ditjen Pajak harus bisa menjadi contoh bagi lembaga pemerintahan lain," katanya.

Menurut dia, beberapa kasus korupsi yang melibatkan oknum pajak seperti Gayus Tambunan, harus menjadi pelejaran berharga untuk menciptakan sistem pengawasan internal yang lebih ketat. Karena itu, Busyro meminta agar KPK diberi akses yang lebih luas dalam upaya pencegahan korupsi sektor pajak. "KPK selalu siap membantu," ucapnya.

Dalam kesempatan sama, Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan, sektor pajak dan bea cukai memang menjadi salah satu titik rawan korupsi di Kementerian Keuangan. "Karena itu, upaya mencegah dari praktek Korupsi, Kolusi, Nepotisme harus lebih maksimal," ujarnya.

Sebelumnya, Dirjen Pajak Fuad Rahmany juga mengaku gerah dengan cap koruptor yang sering dialamatkan pada Ditjen Pajak. Menurut dia, kasus Gayus tidak bisa menjadi justifikasi bagi masyarakat untuk menggeneralisir seluruh aparat pajak sebagai koruptor. "Banyak juga yang bersih. Ini yang akan kami buktikan," katanya.

Sebagai gambaran, sejak kasus mafia pajak Gayus Tambunan mencuat. Kepercayaan masyarakat pada aparat pajak memang anjlok hingga ke titik nadir. Karena itu, sempat muncul suara-suara boikot pajak, tidak hanya di kalangan masyarakat, tapi juga di kalangan organisasi kemasyarakatan.

Bahkan, mantan Dirjen Pajak Mochamad Tjiptardjo pernah sangat geram karena adanya perlakuan yang menjatuhkan mental para pegawai pajak.

Misalnya, para kernet angkutan umum atau bus yang melintasi kantor Ditjen Pajak di Jalan Gatot Subroto Jakarta, sebelumnya berteriak "Pajak...pajak", ketika hendak menurunkan penumpang di Kantor Ditjen Pajak.

Namun, sejak kasus Gayus mencuat, para kernet bus ganti berteriak "Gayus...gayus" ketika menurunkan penumpang di depan kantor Ditjen Pajak. Tentu saja, para pegawai pajak yang ingin turun dari bus pun harus menanggung malu, disertai tatapan sinis para penumpang lain.

Sumber : jpnn

This entry was posted by Unknown. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Powered by Blogger.