Ilustrasi Guru |
"Minat anak muda menjadi guru relatif rendah, ini ada persoalan hulu hingga hilir," kata Titik saat dihubungi di Jakarta, Kamis (6/12).
Menurut dia, upaya pemerintah beberapa tahun silam untuk mengubah nama perguruan tinggi bidang pendidikan, tidak banyak membantu meningkatkan animo calon mahasiswa.
Mereka lebih tertarik untuk masuk ke perguruan tinggi ternama seperti Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung dan Universitas Gajah Mada. "Yang masuk IKIP, seringkali terpaksa, karena nggak diterima di universitas umum," katanya.
Rendahnya jiwa mengajar para pemuda ini ditambah dengan rendahnya kesejahteraan guru sehingga membuat profesi guru tidak lagi menjadi daya tarik bagi para remaja.
Dia mencontohkan guru honorer yang mengajar di SD negeri di Jakarta, honor yang didapatnya hanya Rp 400 ribu per bulan meski lulusan sarjana.
Padahal dalam Undang undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 14 ayat (1) huruf a, menyatakan bahwa guru berhak mendapat penghasilan di atas kebutuhan hidup minimal dan jaminan kesejahteraan sosial.
Dengan demikian, menurut dia, sikap pemerintah yang enggan menaikkan honor guru honorer telah melanggar konstitusi. "Pemerintah sudah melanggar konstitusi," katanya.
Menurut dia, tuntutan kenaikan upah yang diminta guru merupakan hal yang wajar. "Itu hak mereka, jadi harus diperjuangkan," katanya.
Dia menilai hal tersebut membutuhkan keberpihakan pemerintah terhadap kesejahteraan guru. "Ini persoalan budgeting. Butuh keberpihakan pemerintah karena tidak hanya guru honorer yang menuntut kenaikan upah, tapi semua kan menuntut, seperti PNS juga menuntut kenaikan," katanya.
Sumber : republika
Leave a Reply