Kecelakaan Kereta Renggut 406 Nyawa

BOGOR-Sedikitnya 406 korban telah meregang nyawa dan 1.334 orang lainnya menderita luka-luka dalam 756 kecelakaan kereta api selama delapan tahun terakhir. Dalam potret buram perkeretaapian Indonesia itu, rute Jabodetabek cukup mendominasi angka kecelakaan, terutama di jalur Jakarta-Bogor.

Direktorat Jenderal Perkeretaapian, Kementerian Perhubungan mencatat, dari 2004 hingga 2012, korban terbanyak terjadi pada 2009 dengan jumlah 57 korban jiwa dan 198 korban luba berat dan luka ringan. Kemudian menurun pada 2010 menjadi 294 korban, sebanyak 60 korban di antaranya tewas.

Sementara tahun lalu, kembali menurun menjadi 39 korban jiwa dan 84 korban luka-luka dari 48 kecelakaan moda transportasi massal itu. Kebanyakan akibat rel anjlok sebanyak 23 kejadian dan tabrakan antara kereta dan kendaraan umum sebanyak 22 kejadian. Sisanya, satu kejadian tabrakan antara dua rangkaian kereta dan dan dua kejadian kereta terguling.

Data Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyebutkan, dari 2007 hingga 2011, dilakukan investigasi terhadap 41 kecelakaan kereta api. Sembilan kecelakaan di antaranya terjadi di rute Jabodetabek atau Derah Operasional (DAOP) 1 Jakarta.

Dengan jumlah tersebut, rute Jabodetabek menjadi perlintasan kereta api paling berbahaya di Tanah Air, itu belum termasuk kejadian kereta anjlok di Stasiun Cilebut pada Kamis lalu. Padahal, rute lainnya paling banyak hanya lima kecelakaan selama lima tahun terakhir, malah Divisi Regional II Sumatera Barat tercatat nol kejadian atau zero accident.

"Ya, kami menyadari itu, soal tingginya potensi bahaya atau gangguan dalam perjalanan. Sepanjang 60 kilometer dari Jakarta – Bogor setidaknya terdapat 24 titik rawan kecelakaan," kata Senior Manajer Humas Daop 1 Jakarta, Mateta Rijalulhaq kepada Radar Bogor (Grup JPNN), Sabtu (24/11).

Ia mengatakan, 24 titik rawan kecelakaan itu merupakan lokasi palang pintu kereta api, sebagian besar berada di Jakarta. Itu belum termasuk titik penyeberangan liar yang dibuat tanpa palang pintu, sehingga membahayakan pengguna jalan. "Potensi kerawanan meningkat, karena perlintasan kereta api terbuka dari gangguan eksternal," jelasnya.

Menurut Mateta, gangguan dari luar itu beragam, mulai dari faktor alam, hingga ulah manusia. "Kalau untuk kondisi rel, sekarang masih dalam kondisi layak. Petugas kami mengecek setiap satu jam sebelum perjalanan pertama dan satu jam sebelum perjalanan kereta malam. Dilakukan penyusuran jalan kaki secara estapet tiap lima kilometer," terangnya.

Hasil pendataan KNKT menyebutkan, penyebab kecelakaan kereta api sebesar tujuh persen memang diakibatkan faktor eksternal. Tapi, penyebab dominan merupakan faktor sarana sebesar 34 persen dan prasarana sebesar 32 persen. Sedangkan faktor SDM atau human error hanya sebesar 17 persen dan faktor operasional hanya 10 persen.

Artinya, PT KAI Commuter Jabodetabek punya masalah besar dalam pengelolaan sarana dan prasarana. Padahal, traffic Jabodetabek cukup tinggi. Sekitar 450.000 penumpang per hari yang diangkut dalam 531 perjalanan reguler dan 10 perjalanan rangkaian khusus wanita yang baru diluncurkan 1 Oktober lalu.

Terkait sarana dan prasarana, perlintasan rel anjlok dan tergulingnya rangkaian kereta memang menjadi kecelakaan langganan setiap tahun. Dua kejadian tersebut mendominasi sekitar 64 persen. Berikutnya tabrakan antar kereta sebesar 29 persen, sisanya sebanyak 7 persen bentuk kecelaan lain-lain, seperti tabrakan dengan kendaraan umum.

Pengamat transportasi dari Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W) Institut Pertanian Bogor, Yayat Supriyatna mengatakan, PT KAI sebagai operator membutuhkan bantuan pemerintah melalui Kementerian Perhubungan RI dalam peningkatan sarana dan prasarana, terutama mengenai perlintasan kereta api.

"Kerawanannya memang cukup tinggi, apalagi perlintasan kereta abi dibiarkan terbuka dari gangguan. Keselamatan penumpang tentu menjadi taruhannya, belum lagi soal palang pintu perlintasan yang selama ini menjadi ancaman pengguna jalan umum,” terangnya.

Yayat menerangkan, belum adanya sistem perlintasan underpass dan flyover di setiap palang pintu perlintasan membuat situasi menjadi semakin rumit. "Apalagi, anggaran untuk itu cukup besar, sangat besar. Tapi minimal, perlu ada terobosan di tengah keterbatasan ini, itu sangat dinantikan,¨ tandasnya.

Sumber : http://www.jpnn.com

This entry was posted by Unknown. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Powered by Blogger.